Sentuhan Liar Dari Pacarku
Cerita ini mengisahkan bagaimana menikmati memek perawan seorang gadis yang masih polos yang mau diajak Ferdy masuk ke rumahnya. Antara Ayu dan Ferdy mereka berdua bersekolah di Madrasah, Ayu juga
menaruh hati kepada Ferdy dan tak bisa menolak ajakan yang dia sukai,
mereka kenal sudah dua tahun semenjak dia sama-sama duduk dibangku kelas
satu.
Lalu tiga bulan yang lalu saat menjelang Ujian Akhir Sekolah. Kelas pria
dan wanita yang biasanya terpisah mulai digabung di beberapa kesempatan
karena alasan peningkatan intensitas pelajaran. Siswa putra duduk di
barisan depan, sedang yang putri di bagian belakang.
Tapi Ferdy duduk di barisan putra paling belakang sedang Ayu di barisan
putri paling depan. Maka tak ayal Ferdy berada tepat di depan Ayu. Dan
itulah awal kontak terdekat yang terjadi pada mereka.
Biasalah… Awalnya pura-pura pinjam alat tulis, tanya buku, ini… itu…
Tapi senyuman makin sering tertukar dan kontak batin terjalin dengan
pasti. Kadang ada alasan bagi keduanya untuk tidak keluar buru-buru saat
istirahat, hingga ada masa singkat ketika mereka hanya berdua di dalam
kelas, tanya-tanya pelajaran, alasan basi yang paling disukai setiap
orang.
Dua bulan lebih dari cukup untuk memupuk rasa cinta. Meski pacaran
adalah terlarang, dan keduanya belum pernah saling mengutarakan cinta,
tapi semua teman mereka tahu keduanya adalah sepasang kekasih. Hubungan
cinta yang unik di zaman yang serba bebas ini.
Dan Ayu begitu menikmati perasaannya. Setiap waktu teramat berharga.
Sekilas tatapan serta seulas senyuman selalu menjadi bagian yang
menyenangkan. Lalu cinta mulai berkembang saat kenakalan muncul perlahan-lahan. Ayu
sempat ragu saat Ferdy memintanya untuk datang ke Mall M sepulang
sekolah sore itu. Sejuta perasaan bahagia membuncah di hati Ayu,
bercampur dengan rasa takut dan kegugupan yang luar biasa.
Ia nyaris pulang lagi saat sore itu ia berdiri di pintu Mall untuk
bertemu dengan Ferdy. Tapi cowok itu keburu melihatnya hingga ia tak
dapat menghindar lagi. Ia tahu bahwa dirinya salah tingkah selama kencan
pertama mereka.
Malamnya Ayu tak bisa tidur. Membayangkan tentang betapa menyenangkannya
kencan mereka, saat untuk pertama kalinya Ferdy menggenggam tangannya
selama berkeliling melihat-lihat banyak hal. Seluruh tubuhnya terasa
panas dingin. Ferdy bahkan membelikan sebuah hadiah berupa kalung mutiara yang sangat
mahal untuk ukuran dirinya. Untaian mutiara itu sangat indah, putih
memancarkan kilau yang terang.
Cowok itu berkata, "Walaupun aku tak akan dapat melihatmu mengenakan kalung itu, kuharap
kamu mau tetap mengenakannya".
Dan tentu saja ia senantiasa mengenakan
kalung mutiara itu. Satu bulan itu dihiasi dengan kencan sembunyi-sembunyi yang sangat
mendebarkan. Seperti bermain kucing-kucingan dengan semua orang yang Ayu
kenal. Kalau ada satu saja orang yang tahu Ayu berduaan dengan seorang
pria di Mall, maka Ayu tak dapat membayangkan petaka apa yang akan
menimpanya.
Tapi berhenti dari melakukan itu ia yakini lebih mengerikan dari pada
terus menjalaninya. Karena, di sore itu, di satu sudut yang sepi di
dalam Mall, tiba-tiba saja Ferdy mencium pipinya dengan cepat tanpa
mengatakan apapun juga. Hanya sekilas, dan Ferdy membuat seolah-olah itu
tak pernah terjadi. Tapi pengaruhnya sangat besar pada diri Ayu. Karena
seluruh perasaannya bergemuruh dan membuncah.
Bercampur aduk hingga ia hanya bisa diam saja seperti orang bodoh. Sisa
sore itu berlalu tanpa ada dialog apapun, karena Ayu tahu wajah putihnya
telah berubah semerah udang rebus. Meninggalkan kesan terindah yang
terbawa ke dalam mimpi bermalam-malam sesudahnya.
Tiga hari sejak peristiwa itu Ayu selalu berusaha menghindar dari Ferdy.
Ia merasa malu, bingung dan takut. Bagaimanapun juga satu sisi
perasaannya masih memiliki keyakinan bahwa cinta mereka mulai melewati
batas. Tapi ia belum tahu cara kerja nafsu. Karena ketika akhirnya
mereka bertemu kembali, Ayu tak bisa menolak saat di banyak kesempatan
Ferdy mencium pipinya berkali-kali, kanan dan kiri.
Bahkan, saat Ferdy semakin nakal dengan meremas tangannya, memeluk
tubuhnya dan mencium bibirnya (meski semua itu dilakukan Ferdy tak lebih
dari lima detik saja), Ayu hanya terpana dan sangat menikmati semuanya.
Sebelum berpisah, Ferdy berbisik pelan kepadanya, "Kamu mau, kan, main
ke rumah esok sore?". Anehnya, seperti seorang yang terhipnotis, Ayu mengangguk.
Maka, sore itu, dengan mengenakan gamis bercorak ceria khas remaja
dengan hiasan renda bunga melati, dipadukan dengan jilbab pink yang
disemati bros berbentuk kupu-kupu, juga sebuah tas jinjing dari kain
kanvas, Ayu duduk di sofa ruang tamu di rumah Ferdy.
Menunggu kekasihnya mengambilkan dua gelas jeruk dingin dan sepiring
buah-buahan segar. Matanya menatap ke sekeliling ruangan dan mendapatkan
kesan yang sangat menyenangkan. Kesan itu didapat, sebagian karena bagaimanapun ini adalah rumah orang
yang ia cintai, dan sebagiannya lagi karena pemiliknya memiliki cukup
banyak uang untuk menata dengan demikian indahnya.
Ayu tak tahu banyak soal dekorasi, tapi sesungguhnya rumah itu memang
didesain dengan nuansa klasik yang sesuai dengan alam pegunungan tempat
rumah itu berdiri. Perabotan, dari mulai lampu-lampu, tempat duduk,
meja, lukisan-lukisan serta berbagai hal didominasi oleh corak bambu dan
kayu asli.
Sementara dedaunan dan tanaman hijau bercampur antara imitasi dan
buatan menghiasi sudut-sudut yang tepat. Air terjun buatan dibangun di
samping ruang tamu, dengan cahaya matahari yang hangat menyinari dari
kaca jendela samping. Wilayah itu ditutup oleh kaca bening yang di aliri air dari atas,
sehingga mengesankan suasana hujan yang indah dan menimbulkan bunyi
gemericik air yang terdengar menyenangkan.
Lukisan pedesaan dipasang di satu sudut yang tepat bagi pandangan mata,
dengan gaya naturalis hingga setiap detail nampak sangat jelas. Seperti
sebuah foto namun memancarkan aura magis yang lebih kentara. Ayu sempat
terpana dengan semuanya, dengan kesejukan yang melingkupi seluruh
dirinya, sampai ia tak sadar kalau Ferdy telah duduk di sebelahnya,
sedang menata gelas dan piring-piring.
"Maaf, ya… Seadanya. Habisnya Umi lagi ke Bandung ikut seminar, nemenin Abi…"
Ayu tersipu malu. Ia berasal dari keluarga yang lebih sederhana,
sehingga rasa mindernya muncul saat mendapati rumah yang demikian besar
dan mewah ini ternyata milik pacarnya.
"Nggak apa-apa. Ayu seneng, kok…" Ayu merasakan suaranya tercekat di tenggorokan.
Sore itu Ayu lalui dengan sangat menyenangkan. Ngobrol berdua, bercanda,
tertawa, nonton film, main game PS hingga makan malam. Ayu baru tahu
bahwa ternyata Ferdy bisa memasak. Pintar malah. Kelezatan rasanya melebihi masakan yang pernah ia buat. Dengan malu ia
mengakui itu di hadapan kekasihnya, yang membalasnya dengan ciuman pipi
kanan yang lembut.
"Aku tetep cinta kamu, kok…"
Perlu diketahui bahwa Ayu saat itu berusia 16 tahun dan memiliki tubuh
yang mulai matang sebagai seorang gadis. Posturnya juga tinggi dengan
wajah manis yang terkesan keibuan. Tapi percayalah bahwa ia sangat
polos, lebih polos dari gadis SD di kota besar yang telah mahir urusan
peluk dan cium. Desa tempat ia tinggal sangat jauh dari arus informasi
dan pengaruh buruk ibu kota.
Maka ia tak menaruh prasangka apapun saat Ferdy mengajaknya menginap di
rumahnya malam itu. Memang ini urusan yang tabu di desanya, tapi
kepolosan Ayu membuatnya yakin bahwa Ferdy tak akan melakukan hal buruk
terhadapnya.
Sehingga, pilihan berbohong ia lakukan agar bisa berduaan terus dengan
kekasihnya. Ia telah bilang pada orang rumah bahwa ia akan menginap di
rumah Ririn. Ia tahu orang tuanya tak akan curiga, karena hal itu biasa
ia lakukan di waktu-waktu ujian sekolah. Apalagi menjelang Ujian Akhir
seperti sekarang.
Suasana malam sangat sunyi dan suara jengkerik telah berganti dengan
burung malam. Tak berapa lama rintik hujan mulai turun, dan Ayu tak
menyadarinya sampai hujan itu berubah jadi deras. Sangat deras, karena
di musim penghujan seperti ini hal seperti itu selalu saja terjadi.
Kalau tidak karena suasana cinta yang tengah meliputinya, Ayu tak akan
betah di rumah orang dalam situasi seperti itu.
Oh, iya… Sebetulnya Ayu dan Ferdy tidak benar-benar berdua di rumah,
karena ada Hana, adik perempuan Ferdy yang sekarang duduk di bangku
kelas 1 SMP. Makanya Ayu tidak terlalu merasa sungkan, karena ia bisa
bermain dengan Hana juga di sepanjang sore dan malam itu.
Ferdylah yang agak kerepotan karena harus meminta Hana agar berjanji
tidak memberitahukan keberadaan Ayu kepada orang tua mereka. Hana
sebetulnya tidak susah dibujuk. Hanya saja keberadaannya menyulitkan
karena ciuman-ciuman harus dilakukan secara hati-hati.
Peluk dan cium beberapa waktu yang lalu memang mendapatkan perlawanan
(meski setengah hati) dari Ayu. Tapi hal itu tak berlaku malam ini,
karena kini Ayu merasa lebih santai dan bebas. Di satu kesempatan Ferdy
memeluknya sembari mencium bibirnya sekilas.
Di kesempatan lain ia dipeluk dari belakang, tepatnya saat ia mencuci
piring bekas makan malam dan pria itu mengendap-endap dari belakang dan
begitu saja melingkarkan tangan di pinggangnya. Ayu sempat menjerit
pelan dan berusaha meronta, tapi tangannya yang memegang piring dipenuhi
busa sabun hingga susah untuk bergerak.
Ia hanya menggelinjang pelan dan merengek lemah, saat pelukan itu makin
erat dan ciuman di pipinya membuatnya terbius. Hampir saja Hana melihat
perbuatan mereka, kalau Ferdy tidak buru-buru melepaskan pelukan di
pinggang yang ramping itu.
Setelah mandi malam yang menyenangkan, di dalam bath-tub air hangat yang
penuh busa dan peralatan mandi yang lengkap milik Umi Ferdy, Ayu
bergabung dengan kakak beradik di ruang TV. Ia mengenakan busana malam
yang lebih santai (setidaknya untuk ukuran gadis berjilbab), kemeja kaus
lengan panjang putih bermotif garis warna biru dengan bawahan rok katun
berwarna biru lembut, dipadukan jilbab simpel berwarna biru senada.
Parfum aroma bunga khas remaja ia semprotkan di tempat-tempat yang tepat
untuk menyegarkan dirinya. Lalu ia duduk di samping Hana yang sedang
tertawa menyaksikan film kartun di televisi. Mata Ayu saat itu tertuju penuh ke televisi, namun pikirannya terbang ke
alam tertinggi yang penuh imajinasi. Pelukan dan ciuman hangat dari
Ferdy mau tak mau membangkitkan gairah terpendam yang selama ini
tersembuyi jauh di dasar jiwanya.
Ia mengalami semacam sensasi aneh yang baru dikenalnya, yang sangat
memabukkan dan membuatnya lupa diri. Jam baru pukul delapan malam namun
kegelisahannya telah memuncak. Ayu tak tahu atau mungkin tak berani mengakui bahwa dirinya telah
dipenuhi sensasi seks yang menyenangkan. Terlebih ini adalah masa-masa
suburnya. Letupan-letupan kecil yang dipicu oleh Ferdy membuatnya
perlahan-lahan terbawa ke arus deras, hingga sulit terbendung oleh
keremajaannya yang sedang membara.
Penghalang dirinya untuk melakukan hal-hal yang lebih seronok adalah
rasa malu, takut serta ketidaktahuan yang besar tentang kondisi-kondisi
semacam ini. Tapi pancingan-pancingan yang dilakukan oleh Ferdy dengan
lihai membawanya pada pengalaman-pengalaman terlarang yang sangat
menggairahkan. Semuanya akibat kepolosan sang gadis remaja.
Jam delapan lewat dua puluh menit Ferdy bangkit dari duduknya dan
menarik tangan Ayu agar mengikutinya. Hana tak sadar karena ia terfokus
pada acara televisi. Ayu menurut dan dadanya berdebar kencang saat Ferdy
menariknya ke lantai dua.
Kalau Ayu sedikit lebih gaul, ia akan tahu Ferdy bermaksud melakukan
sesuatu, tapi Ayu jauh lebih polos dari yang orang kira, hingga ia
justru merasa senang saat Ferdy mengajaknya untuk melihat-lihat
kamarnya.
Ia senang bisa tahu isi dalam kamar kekasih yang ia cintai. Ayu kagum
pada suasana kamar Ferdy yang menyenangkan. Ia juga terkejut saat
menemukan foto dirinya dalam pose separuh badan terpampang di dinding
kamar. Foto itu ditutupi Ferdy oleh poster pemain bola, hingga tidak ada
yang tahu bila setiap malam ia menarik poster itu dan memandangi foto
gadis yang tersenyum manis di sana.
Ayu setengah lupa tentang kapan ia membuat foto itu. Ia merasa foto itu
lebih cantik dari aslinya. Tapi Ferdy menjelaskan bahwa program komputer
photoshop dapat melakukan banyak hal, seperti membuat gadis secantik
dirinya terlihat lebih segar dan mempesona. Ayu tersipu malu. Tapi itu belum seberapa, karena tiba-tiba Ferdy
menarik dirinya agar berhadapan, lalu mengeluarkan sepasang anting
mutiara dari kotak beludru di saku celananya. Ayu terperanjat.
Ferdy
berbisik mesra, "Ini pasangan kalung yang pernah kuberikan. Aku mau kamu mengenakannya".
Mata Ayu berkaca-kaca. Kalau saja ia berani, ia sudah memeluk pria di
hadapannya dan menciumnya bertubi-tubi. Tapi ia terlalu malu untuk
melakukan hal semacam itu. Ia hanya salah tingkah, saat Ferdy meletakkan
anting-anting itu di telapak tangannya dan berkata lagi.
"Aku pasangkan sekarang, ya…"
"Tapi…" Suara Ayu serak dan lirih.
"Tapi kenapa?"
"Ayu malu…"
"Kok malu? Bukankah kita saling mencintai?! Masihkah kita saling tertutup?"
Ayu bingung untuk menjawab, karena ini adalah momen pertama dalam
hidupnya ketika ia harus membuka jilbabnya di hadapan seorang laki-laki.
Wanita-wanita yang biasa berbikini di kolam renang atau berpakaian
seksi di Mall-mall tentu tak akan paham kenyataan ini.
Tapi Ayu adalah perempuan yang sejak belasan tahun lalu selalu menutup
seluruh bagian tubuhnya dan tak memamerkannya pada siapapun kecuali
keluarganya. Melepas jilbab baginya sama seperti melepas rok di depan kamera bagi
gadis umumnya. Aneh? Memang! Tapi itulah kenyataannya. Ia setengah
menangis saat tak kuasa menolak permintaan Ferdy yang menyudutkan itu.
Ia memang diam.
Tapi dadanya bergemuruh hebat saat jemari Ferdy melepasi jarum dan
peniti yang menyemati jilbabnya. Ia tertunduk dalam dan menahan nafas
saat tangan kekasihnya menarik lepas jilbabnya. Tangannya yang gemetar meremas-remas ujung kaus, dan tanpa sadar ia
menggigit bibirnya sendiri saat Ferdy menarik dagunya agar mereka bisa
saling bertatapan serta membelai rambutnya dengan mesra, rambut yang
hitam lurus sepanjang bahunya.
"Kamu cantik sekali, Ayu…" suara itu terdengar lirih, dan Ayu hanya
terpejam menahan semua perasaannya. Itu adalah ekspresi terbodoh yang
pernah ia lakukan, atau justru yang terbaik, karena semuanya mendorong
Ferdy untuk mengecup bibirnya dengan lembut.
Ciuman hangat dan penuh cinta, membawa Ayu terbang tinggi dan melupakan
dunia ini. "Mmmh…" Ayu hanya terpejam pasrah. Tubuhnya gemetar hebat.
Tapi mulutnya terbuka lebar saat lidah Ferdy mulai menjulur dan
menggelitiki rongga mulutnya.
Lidahnya ikut bergerak meski masih sangat kaku, saling menggelitiki
untuk mendapatkan sensasi aneh yang sempurna. Tangannya begitu saja
memeluk lengan Ferdy yang kokoh, yang saat itu tengah melingkarkannya di
pinggangnya sendiri.
Waktu seakan berhenti. Dan keduanya terpaku seperti sepasang patung
sihir. Hanya helaan nafas yang terdengar di sela-sela ciuman membara dan
dipenuhi gelora cinta. Kedua tubuh itu merapat dan saling bergesekan,
seakan tak dapat terpisahkan. Saling memberikan rasa hangat yang aneh
dan membangkitkan seluruh saraf yang tertidur.
Keduanya baru berhenti ketika nafas mulai habis dan terengah-engah
kelelahan. Ayu kaget dan merasa malu sekali. Mulutnya basah akibat
ciuman panas itu. Tapi ia tak dapat berbuat apa-apa selain menanti yang
terjadi selanjutnya. Ia membiarkan Ferdy memasang anting-anting di kedua
telinganya. Ia menahan rasa geli saat jari jemari Ferdy seakan
menggelitik kedua telinganya, dan menurut saja ketika pria itu
menuntunya ke hadapan cermin besar.
"Lihat… Kamu cantik sekali.."
Ayu melihat sekilas ke cermin, menyaksikan dirinya sendiri tanpa jilbab,
dengan dihiasi anting-anting dan kalung mutiara dari kekasihnya. Ia
merengek manja dan menutup muka dengan telapak tangannya.
"Aah… Ferdy jahat… Ayu malu…"
"Malu sama siapa?"
Mereka bercanda dengan mesra dan lebih hangat. Ciuman tadi telah menyingkapkan tabir kekakuan yang telah terbentuk
selama ini. Mereka kini lebih mirip sepasang kekasih, dengan pelukan dan
ciuman hangat yang sarat nuansa cinta.
Pagi itu adalah pagi terindah bagi Ayu. Menghidangkan sarapan di meja
makan untuk Ferdy membuatnya merasa seperti seorang istri yang melayani
suaminya. Ferdy dan adiknya sangat puas dengan masakannya.
Canda tawa menghiasi makan pagi mereka yang berlangsung dengan santai.
Seusai makan Hana langsung berangkat sekolah, meninggalkan sepasang
sejoli yang dimabuk asmara itu tanpa kecurigaan apapun.
Membiarkan keduanya menikmati hari dalam kemesraannya. Tapi, kalau kamu
berpikir malam itu keduanya melakukan hubungan-hubungan khusus suami
istri, percayalah bahwa kamu salah besar. Mereka masih terlalu penakut
untuk melakukan hubungan yang lebih jauh.
Meskipun ciuman mereka semakin panas, aktivitas lain masih terhitung
sopan karena tangan Ferdy tak pernah bergerilya seperti tangan para
professional. Masih tetap pelukan sopan yang tak melibatkan rabaan
ataupun sentuhan lain. Keduanya tidur terpisah dan tak ada aktivitas
nakal di malam hari.
Ayu pulang dari rumah Ferdy sekitar pukul sepuluh pagi, setelah banyak
ciuman tambahan sehabis sarapan dan mandi pagi. Kepada orang rumah ia
bilang sekolah pulang cepat. Seharian ia lebih banyak mengunci diri
dalam kamarnya, menikmati sensasi imajinasi yang semakin liar dibanding
waktu sebelumnya.
Pertemuan selanjutnya ternyata lebih lama dari yang diduga. Keduanya
benar-benar tersibukkan oleh tugas-tugas sekolah, hingga baru bertemu
lagi (untuk berduaan tentunya) dua minggu setelahnya. Keluarga Ferdy
berlibur ke rumah nenek di luar kota.
Alasan ujian membuat Ferdy bisa menghindar dari paksaan orang tuanya,
sehingga rumahnya bebas selama satu minggu penuh. Itulah saat yang tepat
untuk bermesraan dengan Ayu, dan ia telah menyiapkan banyak hal untuk
pekan yang istimewa itu.
Ayu datang pagi hari itu dengan mengenakan seragam sekolahnya.
Perpisahan yang cukup lama ternyata membuat gadis itu lebih agresif,
sehingga, meskipun tetap Ferdy yang harus memulainya, Ayu memberikan
balasan yang sedikit liar dan nakal.
Ferdy sampai megap-megap kewalahan. Sesudahnya mereka tertawa-tawa
sambil berpelukan di atas sofa, sembari mata mereka menatap layar TV
tanpa bermaksud menontonnya. Sekitar menjelang siang Ayu dibonceng Ferdy
untuk main ke Mall M. Setelah itu dilanjutkan ke taman L dan bermain sepeda air di sana.
Mereka juga melakukan banyak hal yang menyenangkan, yang membuat mereka
lupa waktu.
Hari telah senja ketika keduanya memutuskan untuk pulang, saat langit
berubah gelap dan tiba-tiba saja menjadi hujan yang sangat deras sebelum
keduanya tiba di rumah. Tak sampai lima menit ketika keduanya berubah
basah kuyup, dan Ayu telah menggigil kedinginan saat perjalanan belum
mencapai setengahnya.
Keduanya tiba di rumah saat menjelang makan malam. Oleh-oleh yang mereka
beli di jalan telah basah kuyup dan tak ada satu bagianpun yang kering
dari diri mereka. Tubuh Ayu menggigil hebat dan wajahnya pucat pasi.
Bibirnya agak membiru. Ferdy bergegas membawa gadis itu ke dalam rumah
dan menyiapkan air panas di bath-tub kamar atas. Sementara menunggu
gadis itu mandi, ia menyiapkan dua gelas susu coklat panas dan sekaleng
biskuit kacang.
Ia sendiri langsung mandi setelah itu, dan keduanya selesai setengah jam
kemudian. Ayu baru sadar bahwa ia tidak memiliki pakaian ganti, dan
kebingungan sampai mengurung diri di kamar mandi. Ferdy berusaha
meminjamkan pakaian ibunya, tapi pakaian bersih ibunya terkunci dalam
lemari.
Sementara itu pakaian Hana juga tak muat dan terlalu kecil. Untunglah
Ferdy ingat bahwa di kamar tamu ada pakaian-pakaian saudara sepupunya,
yang biasa disimpan di sana untuk dipakai jika menginap di rumah Ferdy.
"Tapi… Sepupuku tidak berjilbab. Jadi pakaiannya agak… Kamu coba aja deh
cari yang pas. Aku tunggu di ruang TV…" Ayu kebingungan sendiri di
kamar tamu itu. Ia agak risih karena semua pakaian di dalam lemari itu
adalah pakaian-pakaian yang gaul, serba ketat dan serba minim.
Cukup lama ia memilih dan tidak menemukan juga pakaian yang cocok untuk
dirinya, sehingga ia memilih pakaian yang menurutnya agak paling sopan.
Tapi tetap saja serba minim. Dengan malu ia mengenakan pakaian
pilihannya dan menghampiri kekasihnya di ruang TV.
Wajah Ferdy berubah kaget dan matanya bergerak kesana-kemari, mata yang
biasa Ayu temukan pada pria-pria nakal di pinggir jalan. Tapi Ayu tahu
semua ini karena dirinya, dan setengah menangis ia berusaha menutupi
keterbukaan dirinya dengan kedua tangan.
Bagaimana tidak?! Inilah pertama kalinya seumur hidup ia mengenakan
pakaian minim di hadapan seorang pria, meskipun itu adalah kekasihnya
juga. Sepupu Ferdy bertubuh lebih pendek dan kecil dari dirinya,
Sehingga kaus pink tipis bergambar Barbie yang ia kenakan benar-benar
melekat ketat di tubuhnya, menampakkan lekuk-lekuk yang nyata dan
mempesona. Bahkan bagian pusarnya tidak betul-betul tertutupi, meskipun
berkali-kali ia berusaha menarik kaus itu ke bawah.
Sementara itu, celana hijau lumut selututnya juga sama ketatnya, dan
tidak benar-benar selutut, karena tubuh Ayu yang tinggi. Ayu sebetulnya
memiliki kulit yang putih bersih dan lekuk yang indah, sehingga ia
nampak cantik menawan dengan pakaian seksi itu.
Terlebih rambut panjangnya masih setengah basah, menciptakan sedikit
gelombang yang menambah aura kecantikannya. Tapi Ayu tak terbiasa dengan
hal-hal seperti itu, hingga ia merasa dirinya buruk dan norak. Ia takut Ferdy meledeknya, serta jengah dengan keterbukaannya sendiri.
"Kamu cantik sekali, Ayu…" Suara Ferdy terdengar bergetar, dan Ayu
merinding ketika pria itu malah mendekatinya dan berusaha memeluknya. Ia
berusaha menghindar dan tangannya menolak pelukan Ferdy.
"Ayu malu… Jangan, Ferdy… Jangan…"
"Lho… Kenapa?"
Ayu hanya menggeleng dan Ferdy berusaha menghormatinya. Mereka
menghabiskan malam dengan menonton TV dan menghabiskan susu hangat di
meja. Namun Ayu agak lebih pendiam dan gelisah. Tangannya terus-terusan
memeluk bantal besar, berusaha menutupi apa yang ada di baliknya.
Ia tak tahu bahwa pria di sebelahnya lebih gelisah lagi, meski alasannya
sedikit berbeda. Ia terlalu sibuk oleh pikirannya sendiri hingga tak
sadar bahwa mata Ferdy terus menelusuri dirinya, seolah berusaha
menelanjangi. Awalnya Ayu tak sadar pada sentuhan itu.
Berkali-kali Ferdy mencium pipinya, tapi ia menganggap wajar hal
tersebut. Itu hal yang biasa mereka lakukan, dan Ayu menganggapnya
sebagai sun sayang yang biasa ia dapatkan. Tapi Ferdy kini telah
melingkarkan tangan kiri melalui sandaran sofa dan mendarat di bahunya.
Sedang tangan kanan diletakkan di atas lutut Ayu yang terbuka. Cuaca
memang sangat dingin akibat hujan yang tidak juga berhenti, hingga
elusan di lututnya terasa nyaman dan menghangatkan, membuat Ayu setengah
tak sadar ketika elusan itu makin merambat ke atas pahanya yang sedikit
tersingkap.
Ayu sangat suka nonton sinetron dan tayangan di TV adalah sinetron
favoritnya. Adegan dan kata-kata romantis di layar kaca seperti memberi
hipnotis tersendiri. Adegan ciuman memang disensor, tapi hal itu justru
membuatnya tak kuasa menolak saat ciuman Ferdy beralih ke bibir
basahnya. Untunglah saat itu sedang iklan, hingga ciuman dari Ferdy dapat diterima
oleh Ayu sepenuhnya, yang baru sadar bahwa posisi duduk kekasihnya
sangat mengintimidasi dirinya.
Tapi ciuman itu begitu manis dan menyenangkan, memunculkan rasa hangat
yang menggelora yang sangat ia rindukan. Tak perlu menunggu lama untuk
membangitkan hasrat gadis itu. Pengalaman telah mengajarkan banyak hal
kepadanya, sehingga lidahnya langsung menyambut saat Ferdy mulai
mengajaknya bermain-main.
Bibir Ayu termasuk agak tipis, merah dan masih alami. Namun lidahnya
lincah dan pandai bergerak. Dengan daya dukung kecerdasan di atas
rata-rata, ia menjadi gadis yang cepat belajar dan tahu bagaimana cara
memuaskan lawan mainnya.
Ferdy sendiri sangat kaget dengan kecepatan Ayu dalam mempelajari
teknik-tekik baru, hingga di akhir pertandingan lidah mereka, ia
membiarkan sang gadis mengalahkannya hingga pipi gadis itu merona akibat
agresivitasnya sendiri.
Ketika berciuman Ayu lupa pada apapun. Tapi setelah selesai ia baru
sadar bahwa sejak tadi tangan kanan Ferdy terus-terusan membelai-belai
pahanya, bergantian antara kanan dan kiri. Kini ia benar-benar merasakan
rangsangan itu, rangsangan yang lebih terkesan dewasa dibanding sekedar
ciuman bibir.
Tangannya bertindak cepat, mencegah Ferdy sesaat sebelum tangan
kekasihnya itu menyentuh bagian pangkal pahanya. Mulut mereka terdiam
dan hanya mata yang berbicara. Ferdy meminta, Ayu menolak halus. Tangan
Ferdy bergerak lagi, tapi Ayu mencegah lagi. Ferdy tersenyum manis.
"Maaf, ya… Aku kelewatan…"
Ayu ikut tersenyum.
"Lebih baik kita dengar musik aja, ya! Kita berdansa. Seperti di film."
Ayu diam menunggu dan mangut saja pada apa yang diinginkan kekasihnya.
Suara lembut mengalun dari player, dan tangan Ferdy menjulur padanya. Ayu grogi karena ia belum pernah berdansa sebelumnya. Ferdy meyakinkan
bahwa ia sama tidak tahunya seperti Ayu. Jadi tak usah malu karena
mereka hanya berdua di sini. Dengan langkah-langkah kaku tubuh mereka
bergerak pelan, saling berpelukan.
Keduanya tertawa pada gerakan masing-masing, tapi tetap merasa senang
karena ciuman dimulai lagi beberapa saat sesudahnya. Tubuh Ayu hampir
sama tingginya dengan Ferdy, hingga ia tak perlu berjinjit untuk
menyambut pagutan pria itu.
Ia tak tahu bahwa kecantikannya makin memesona diri Ferdy dan
keremajaannya terus memancing-mancing gairah. Belum lagi aroma parfum
menebar dari seluruh tubuhnya. Tangan Ferdy tak tahan untuk tidak
mengelus-elus tubuh bagusnya, bergerak dari pinggang ke arah atas.
Ayu masih setengah menganggap elusan itu adalah bagian dari gerakan
berdansa. Ciuman bibir Ferdy membuat tubuhnya lemas, hingga elusan itu
ia nikmati saja seperti halnya ciuman di bibirnya. Terasa geli saat menyentuh bagian samping dadanya.
"Mmmh… Mmhhh…" Elusan
tangan Ferdy makin mengarah ke dada Ayu, membelai-belai benda yang lunak
dan empuk itu.
Gadis itu mengejang karena rasa aneh yang melandanya. Itu adalah
sentuhan pertamanya, dan ia masih sangat sensitif. Tangannya secara
refleks berusaha mencegah, tapi Ferdy yang tak mau gagal lagi berusaha
menahan Ayu agar tetap diam.
Ciumannya makin liar hingga Ayu tak bisa mengelak. Remasan di dadanya
terasa makin nyata, membuat Ayu terengah-engah akibat rangsangan hebat
di tubuhnya. Ia tak kuasa mencegah remasan itu, karena bagaimanapun
dirinya ternyata menikmatinya.
Keduanya terengah-engah akibat ciuman yang panjang itu. Sedang muka Ayu
makin memerah, karena ia benar-benar terangsang oleh remasan tangan
Ferdy di dadanya. Payudaranya yang berisi membuat genggaman Ferdy terasa penuh. Ia
membiarkan dirinya terdesak ke dinding, hingga ia tidak sampai merosot
jatuh saat remasan tangan Ferdy makin lincah dan mempermainkan puncaknya
yang masih tertutup kaus.
Ia hanya mendongak setengah terpejam dan tangannya yang bingung merapat
ketat di tembok. Ia makin belingsatan karena di saat yang bersamaan
ciuman Ferdy mendarat di dagu dan lehernya bertubi-tubi. Lehernya cukup
panjang dan jenjang, hingga kepala Ferdy dapat terbenam di sana dan
memagut-magutnya seperti ular.
Ayu merasakan air mata mengalir lewat sudut matanya. Ia sangat
kebingungan mengenali perasaannya saat ini. Remasan tangan kanan Ferdy
berganti menjadi ciuman bibir. Ia sempat menunduk dan hanya melihat
rambut kekasihnya. Kepala Ferdy terbenam di buah dadanya yang telah
mengeras kencang, dan Ayu dapat mendengar kecipak-kecipuk saat Ferdy
melahap dadanya itu dengan sedikit buas.
"Ferdy… Ferdy… Ohhh. Apa yang kamu lakukan sama Ayuuu… Mmhhh… Jangan… Aahh…"
Ferdy telah menggulung kaus ketatnya ke arah atas, berusaha
menyingkapkannya agar buah dada itu lebih leluasa dinikmati. Lelaki itu
terus meremas-remas dengan lembut dan penuh perasaan. Menjepit dan
mempermainkan putting susunya yang masih tertutup BH tipis berwarna
krem.
Mungkin Ferdy merasa gemas mendapati payudara yang demikian empuk dan
kenyal itu, payudara perawan yang masih sangat sensitif dari sentuhan. Keadaan Ayu kini sungguh mengenaskan. Kekasihnya menyerangnya di
berbagai tempat, mempermainkan dirinya seperti sebuah boneka. Bibir dan
tangan kiri di payudaranya, tangan kanan di sela-sela pahanya.
Semuanya adalah sensasi yang baru pertama kali ia rasakan. Dulu ketika
ia belum pernah mengalaminya, ia selalu berjanji bahwa ia hanya akan
melakukan ini dengan suaminya di atas ranjang pernikahan.
Dulu ketika hal ini tak pernah terbersit dalam benaknya, ia sangat yakin
mampu menjaga kehormatannya. Tapi kini ketika benar-benar mengalaminya,
ia tak tahu apakah ia akan tetap sekuat itu. Sentuhan-sentuhan ini terlalu melunakan dirinya, dan membangunkan
perasaan rindunya yang telah lama terpendam. Ia sangat bingung hingga
hanya mampu meneteskan air mata dan meremas-remas rambut Ferdy.
"Aku sayang kamu, Ayu … Mmmh… Aku sayang kamu…" Terdengar rayuan Ferdy di sela-sela kesibukannya.
Ayu hanya mampu menjawabnya dengan erangan-erangan aneh, karena saat itu
tangan kanan Ferdy telah menembus langsung ke pangkal pahanya. Jari
jemari pria itu menggosok-gosok dan mempermainkan di tempat yang paling
sensitif, hingga Ayu merasakan celananya basah oleh cairan yang tak ia
kenal sebelumnya.
Memang sentuhan tersebut bukanlah sentuhan langsung karena tubuh Ayu
masih tertutup CD tipis dan celana ketatnya. Tapi ini adalah sentuhan
pertamanya, dan semuanya sudah lebih dari cukup untuk membangkitkan
rangsangan dahsyat itu.
Apalagi setelah beberapa lama Ferdy tidak juga menghentikan
aktivitasnya, melainkan menggesek-gesek dengan lebih liar. Kemaluannya
terasa seperti diaduk-aduk, hingga makin lama ia makin merasakan desakan
yang aneh sangat sulit ia pahami. Ia tak dapat menahan perasaannya. Ia
terus mengerang… mengerang… hingga desakan itu makin menuju ke arah
puncak… Ia tak sanggup bertahan lagi.
"Aaahh… Aaahh… Akhhhhh…." Ayu menjerit panjang saat orgasme melanda
tubuhnya untuk pertama kalinya. Tubuhnya mengejang kuat, melengkung
seperti busur. Kakinya merapat menjepit tangan Ferdy yang tak juga
berhenti bergerak. Ia merasakan letupan-letupan dahsyat seperti sebuah
terpaan badai. Dunia dipenuhi warna yang berpadu dengan indahnya.